Kecolongan WNA Jadi Bupati Terpilih, Di Mana Gerakan Satu Data?

Pergerakan satu data didengungkan pada Pemilihan presiden 2019. Bak gayung bersambut, sesudah dikukuhkan sebagai Presiden masa ke 2, Joko Widodo menandatangani Ketentuan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 mengenai Satu Data Indonesia pada 12 Juni 2019.

Peraturan ini mempunyai tujuan agar memberi info ke khalayak. Pemerintahan bisa kumpulkan data pada sebuah pintu yang canggih, terintegrasi, dan gampang dijangkau.

Seperti, data kependudukan, keimigrasian, pangan, energi, infrastruktur, maritim, pengajaran, kesehatan, ekonomi, industri, pariwisata, sampai reformasi birokrasi. Keterpaduan beberapa data yang tepat bisa meminimalkan pemakaian hoax atau informasi tidak betul.

Tetapi, sesudah nyaris 2 tahun, khalayak tersentak. Kok, dapat seorang yang dengan status WNA dapat bebas mencalonkan diri jadi kepala wilayah, diverifikasi oleh instansi berkuasa, dan memenangi pemilihan kepala daerah? Kesan-kesan saya, ini mengagumkan amburadul.

Orient Patriot Riwu Kore, bupati dipilih Kabupaten Sabu Raijua, NTT hanya cerita kecil begitu koruptifnya birokrasi administrasi kependudukan kita. Mujur, Kedutaan Besar AS bersurat dan memberitahu kita. Karena itu, pemerintahan berpura-pura terhentak. Khalayak juga terbelalak.

Kasus sama pernah terjadi pada Arcandra Tahar. Sesudah dikukuhkan jadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2016, baru dijumpai mempunyai kewarganegaraan ganda. Kedudukan sementara ditarik. Pemerintahan memburu selamatkan muka (malu).

Proses cepat peneguhan dilaksanakan kembali sebagai masyarakat negara Indonesia. Arcandra dikukuhkan kembali sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dua minggu sesudahnya.

Seterusnya, cara apa yang dilaksanakan pada Orient Patriot Riwu Kore. Khalayak gampang menerka arah prosesnya berbuntut. PDIP sebagai partai simpatisan mustahil kehilangan peluang. Seperti sangat lapar, dan nasi telah dalam piring, justru ingin ditumpah oleh seseorang.

Khalayak telah menyangka, Bupati Sabu Raijua dipilih tentu dikukuhkan. Cuman digeser sedikit waktunya. Menanti masalah cukup redah. Sementara KPUD-KPU Pusat pantang meminta maaf. Kementerian Dalam Negeri, terutamanya sektor Dukcapil terlepas tangan.

Substansinya, data kependudukan kita masih bonyok. Konektisitas data huru-hara. Administrasi Negara dalam pergerakan satu data cuman eforia semata-mata. Usai di tanda-tangan Perpres.

Pada akhirnya, khalayak menuntut, tata urus administrasi khalayak yang efisien, efektif, dan tidak korup. Memperkuat pergerakan satu data berbasiskan konektisitas khususnya data kependudukan dan catatan sipil. Percepat servis kependudukan. Tidak menanti beberapa bulan e-KTP baru keluar.

Karena, sebenarnya, administrasi itu dari kata Latin, ‘ad’ dan ‘ministrare’, yang bermakna layani, menolong dan penuhi keperluan khalayak.

Scroll to top
error: Content is protected !!